Senin, 20 Juni 2011

CPOD (Chronic Obstructive Pulmonary Disease)/Paru Obstruktif Kronik

1. Pengertian

Menurut “The National Heart, Lung, and Blood Institute NHLBI dan WHO). COPD sebagai penyakit yang ditandai oleh keterbatasan jalan udara yang progresif yang tidak sepenuhnya dapat pulih kembali. Keterbatasan jalan udara biasanya dapat progresif dan terasosiasi dengan respon inflamasi abnormal paru-paru terhadap partikel asing atau gas. Kondisi paling umum yang menyebabkan COPD adalah bronchitis kronik dan emfisema.

Bronkitis Kronik berhubungan dengan sekresi berlebih mokus kronis atau berulang ke dalam cabang bronkus dengan batuk yang terjadi hampir setiap hari selama paling tidak 3 bulan dalam setahun, dan ini berlangsung paling tidak dalam 2 tahun berturut-turut bila penyebab batuk yang lain telah dikeluarkan.

Emfisema didefinisikan sebagai pembesaran permanan yang abnormal dari ruang udara pada posisi distal terhadap bronkhiol terminal, disertai dengan kerusakan dindingnya, tapi tanpa fibrosis yang jelas.

Penyakit paru obstruktif kronik (COPD) merupakan suatu istilah yang sering digunakan untuk sekelompok penyakit paru yang berlangsung lama dan ditandai oleh peningkatan resistensi terhadap aliran udara sebagai gambaran patofisiologi utamanya. Bronchitis kronik, emfisema paru, dan asma bronkial membentuk kesatuan yang disebut COPD. agaknya ada hubungan etiologik dan sekuesial antara bronkitis kronik dan emfisema. Bronchitis kronik merupakan suatu gangguan klinis yang ditandai oleh pembentukan mukus yang berlebihan dalam bronkus dan bermanisfestasi sebagai batuk kronik dan pembentukan sputum selama sedikitnya 3 bulan dalam setahun, sekurang kurangnya dalam dua tahun berturut turut. sputum yang terbentuk pada bronkitis kronik dapat mukoid atau mukopurule. Emfisema paru merupakan suatu perubahan anatomis parenkim paru yang ditandai oleh pembesaran alveolus dan duktus alveolaris yang tidak normal,serta destruksi dinding alveolar. emfisema dapat didiagnosis secara tepat dengan menggunakan CT SCAN resolusi tinggi.
Faktor etiologi utama adalah merokok dan polusi udara yang lazim terjadi di daerah industri. Polusi udara yang terus menerus juga merupakan predisposisi infeksi rekuren karena polusi memperlambat aktivitas silia dan fagositosis, sehingga timbunan mukus meningkat sedangkan mekanisme pertahanannya sendiri melemah.

Emfisema dibagi menurut bentuk asinus yang terserang.ada dua bentuk yang paling penting sehubungan dengan COPD. Emfisema sentrilobular (CLE), secara selektif hanya menyerang bagian bronkiolus respiratorius dan duktus alveolaris.CLE seringkali lebih berat menyerang bagian atas paru, tetapi akhirnya cenderung tersebar tidak merata.CLE lebih banyak ditemukan pada pria dibandingkan wanita, biasanya berhubungan dengan bronkitis kronik, dan jarang ditemukan pada mereka yang tidak merokok.

Ä Emfisema panlobular (PLE) atau Emfisema panasinar, merupakan bentuk morfologik yang lebih jarang, alveolus yang terletak distal dari bronkiolus terminalis mengalami pembesaran serta kerusakan secara merata, mengenai bagian asinus yang sentral mauppun yang perifer.jenis emfisema ini ditandai dengan peningkatan resistensi jalan napas yang berlangsung lambat tanpa adanya bronkitis kronik.

2. Epidemiologi

Menurut Robert L. Wilkins dan James B. Dexter dalam buku Respiratory Diseases: Principles of Patient Care, bronkitis kronis adalah salah satu penyakit paru dimana pasien memiliki batuk produktif kronik yang berhubungan dengan inflamasi bronchus. Untuk membuat diagnosis, para ahli menyatakan bahwa jangka waktu kronik pada penyakit ini adalah selama batuk produktif muncul, minimal selama tiga bulan setahun dan pada dua tahun berturut-turut. Sebelum diketahui menderita Bronkitis kronis, pada awalnya pasien yang mengalami batuk produktif yang panjang biasanya terdiagnosis oleh dokter mengalami tuberculosis, kanker paru, dan congestive heart failure.

Bronkitis kronik sering disamakan dengan emfisema, padahal keduanya berbeda. Kedua penyakit ini sering ditemukan pada penderita Penyakit Paru Obstruktif Menahun (PPOM). PPOM merupakan penyebab kematian keempat di Amerika Serikat. Diperkirakan 12 juta orang Amerika menderita bronkitis kronik dan atau emfisema (National Heart, Lung, and Blood Institute, 1986). Sedangkan American Thoracic Society dalam buku Standards for

the diagnosis and care of patients with chronic obstructive pulmonary disease tahun 1995,

sekitar 10 juta orang Amerika menderita PPOM, dan menyebabkan 40.000 kematian setiap tahun. Sedangkan Tjandra Yoga Aditama dosen FK UI, dalam Cermin Dunia Kedokteran No. 84 tahun 1993 menyatakan bahwa di Indonesia penyakit asma, bronkitis dan emfisema merupakan penyebab kematian ke 10. Bronkitis, asma dan penyakit saluran napas lain menduduki peringkat ke lima dalam pola morbiditas di negara kita. PPOM menyerang pria dua kali lebih banyak daripada wanita, diperkirakan karena pria merupakan perokok yang lebih berat dibandingkan wanita, tetapi insidensnya pada wanita semakin meningkat dan stabil pada pria (Price, 1992). Untuk Bronkitis kronis, jumlah orang dewasa yang terdiagnosa kronik Bronkitis pada tahun 2007 di Amerika Serikat adalah 7,6 juta orang.

Dampak yang timbul akibat menderita penyakit bronkitis kronis adalah infeksi saluran napas yang berat dan sering, penyempitan dan penyumbatan bronchus, sulit bernafas, disability, hingga kematian. Kebiasaan merokok merupakan faktor penting yang berkontribusi menyebabkan bronkitis kronik menurut American Academy of Family

3. Patofisiologi

Etiologi yang paling umum adalah paparan terhadap asap rokok di lingkungan, tapi paparan kronik lain dapat pula menyebabkan COPD. Menghirup partikel asing dan gas menstimulasi aktivitas neutrofil, makrofag, dan limfosit CD8+, yang membebaskan sejumlah mediator kimia, termasuk tumor nekrosis factor (TNF) alfa interleukin-8 (IL-8), dan leukotrien B4 (LTB4). Sel inflamasi dan mediator ini menyebabkan perubahan destruktif meluas pada jalan udara, pembuluh pulmonary, dan parenkim paru-paru.

Proses patofisologik lainnya termasuk sters oksidatif dan ketikseimbangan antara system pertahanan agresif protektif di paru-paru.(protease dan antiprotease). Peningkatan oksidator dari asap rokok bereaksi dengan dan merusak berbagai protein dan lipid, yang menyebabkan kerusakan sel dan jaringan. Oksidator juga memudahkan inflamasi secara langsung dan memperparah ketidakseimbangan protease-antiprotease dengan menginhibisi aktivitas antiprotease.

Antiprotease protektif alfa 1-antiaspirin (AAT) menghambat sejumlah enzim protease,termasuk elastase neutrofil. Dengan adanya aktivitas AAT yang tidak berantagonis, elastase menyerang elastin, yang merupakan komponen utama dari dinding alveolu. Defesiensi turunan AAT menyebabkan peningkatan resiko perkembangan emfisema premature. Pada penyakit yang diturunkan terhadap suatu difisiensi AAT absolute. Pada emfisema yang disebabkan oleh merokok, ketidakseimbangan ini berhubungan peningkatan aktivitas protease atau pengurangan aktivitas antiprotease. Sel inflamasi yang teraktivasi membebaskan protease yang lain termasuk katepsin dan metalloproteinase (MMP). Selain itu, stress oksidatif juga mengurangi aktivitas antiprotease.

Suatu eksudat inflamasi sering ditemui pada jalan udara yang menyebabkan suatu peningkatan jumlah dan ukuran sel goblet dan kelenjar mucus. Sekresi mucus meningkat, dan motilitas siliar mengalami kerusakan. Terdapat penebalan otot polos dan jaringan ikat pada jalan udara. Inflamasi kronik menyebabkan pembentukkan parut dan fibrosis. Penyempitan jalan udara yang meluas terjadi dan lebih parah pada jalan udara peripheral yang berukuran kecil.

Perubahan parenkimal mempengaruhi unit penukaran gas paru-paru (alveoli dan kapiler pulmonar). Penyakit yang berkaitan dengan merokok paling umum menyebabkan emfisema sentrilobar yang terutama mempengaruhi bronkiol respirasi. Emfisema pan-lobular dijumpai pada defisiensi AAT dan meluas sampai ke duktus dan kantong alveolus.

Perubahan vascular termasuk penebalan pembuluh pulmonary yang dapat menyebabkan disfungsi endotel arteri pulmonary. Selanjutnya, perubahan structural meningkatkan tekanan pulmonary, terutama selama latihan fisik. Pada COPD parah, hipertensi pulmonary sekunder menyebabkan gagal jantung sebelah kanan (cor pulmonale).

4. Manifestasi klinik

Gejala awal COPD termasuk batuk kronik dan produksi sputum; pasien dapat mengalami gejala ini selama beberapa tahun sebelum berkembangnya dispena.

Pemeriksaan fisik menunjukan hasil normal pada pasien yg berada pada tahap COPD yg lebih ringan. Bila keterbatasan aliran udara menjadi parah, pasien dapat mengalami sianosis membrane mukosa, “barrel chest” karena pengembangan paru-paru berlebihan, peningkatan laju respirasi istirahat, nafas dangkal, bibir monyong selama ekspirasi, dan penggunaan otot respirasi pelengkap. Pasien dengan COPD yg memburuk dapat mengalami dispena yg lebih parah, peningkatan volume sputum, atau peningkatan kandungan nanah pada sputum.

Tanda umum lain dari CPOD yg memburuk termasuk dada sempit, peningkatan kebutuhan bronkodilator, tidak enak badan, lelah, dan penurunan toleransi latihan fisik.

5. Diagnosis

Diagnosis paru obstruktif kronik :

a. Anamnesis: riwayat medis yang ditandai 3 gejala klinis dan factor-faktor penyebab

b. Pemeriksaan fisik:

· Pasien biasanya tampak kurus dengan barrel- shaped chest (diameter anteroposterior dada meningkat).

· Fremitus taktil dada berkurang atau tidak ada.

· Perkusi dada hipersonor, peranjakan hati mengecil, batas paru hati rendah, pekak jantung berkurang.

· Suara nafas berkurang dengan ekspirasi memanjang

c. Pemeriksaan radiologi:

· Foto toraks pada bronchitis kronik memperlihatkan tubular shadow berupa bayangan garis-garis yang paralel keluar dari hilus menuju apeks paru dan corakan paru yang bertambah.

· Pada emfisema paru, foto toraks menunjukkan adanya overinflasi dengan gambaran diafragma yang rendah dan datar, penciutan pembuluh darah pulmonal, dan penambahan corakan ke distal.

d. Pemeriksaan fungsi paru

e. Pemeriksaan gas darah

f. Pemeriksaan EKG

g. Pemeriksaan laboratorium darah: hitung sel darah putih

6. Terapi

a. Tujuan Terapi

Hasil akhir terapi termasuk penghentian merokok , peningkatan gejala, pengurangan dalam penurunan tingkat FEV, pengurangan angka kejadian memburuk akut , peningkatan kesejahteraan fisik dan psikologis dan pengurangan tingkat kematian , perawatan di rumah sakit dan hari tidak masuk kerja.

b. Pendekatan Umum

- Terapi Farmakologi

Bronkodilator digunakan untuk mengontrol gejala, tidak ada golongan farmakologi yang terbukti memberikan keuntungan lebih dibanding yang lain, meskipun terapi inhalasilebih di sukai. Pemilihan pengobatan didasarkan pada kepatuhan pasien , respons individu, dan efek samping. Pengobatan dapat dilakukan sesuai kebutuhan atau didasarkan pada jadwal, dan terapi tambahan sebaiknya ditambahkan pada tahapan tergantung respond an keparahan penyakit. Keuntungan klinis bronkodilator termasuk peningkatan kapasitas latihan fisik,penurunan terperangkapnya udara dan peredaran gejala seperti dispnea. Namun peningkatan berarti pada penentuanfungasi paru-paru seperti FEV, mungkin tidak terlihat.

Ø Simpatomimetik

· Simpatomimetik selektif B2 menyebabkan relaksasi otot polos bronchial dan bronkodilatasi dengan menstimulasi enzim adenil siklase untuk meningkatkan pembentukan adenosine monofosfat siklik (cAMP). Simpatomimetik juga dapat meningkatkan klirens mukosiliar.

· Pemberian melalui metered-dose-inhaler (MDI) atau dry-powder-inhaler (DPI) setidaknya selektif terapi nebulisasi dan biasanya lebih di sukai karena alasan biaya dan kenyamanan.

· Albuterol, levalbuterol,bitolterol, pirbuterol,dan terbutalin merupakan agen aksi pendek yang lebih di sukai karena mempunyai selektifitas B2 lebih besar dan durasi aksi lebih panjang dibandingkan agen aksi pendek lainnya (isoproterenol, metaproterenol, dan isoetarin). Rute inhalasi lebih di minati dibandingkan rute oral dan perenteral dalam hal efikasi dan efek samping.Agen aksi pendek dapat digunakan untuk meredakan gejala secara akut atau berdasarkan jadwal untuk mencegah atau meredakan gejala. Dursi aksi agonis B2 aksi pendek adalah 4 hingga 6 jam.

· Formoterol dan salmeterolmerupakan agonis B2 inhalasi aksi panjang yang diberikan setiap 12 jam berdasarkan jadwal dan menghasilkan bronkodilatasi selama interval dosis.Penggunaan agen ini sebaiknya dipertimbangkan untuk pasien yang memperlihatkan kebutuhan yang sering akan agen aksi pendek. Tidak satupun obat yang diindikasikan peredaran gejala secara akut.

Ø Antikolinergik

· Ketika diberikan secara inhalasi agen antikolinergik memproduksi bronkodilatasi dengan menginhibisi reseptor kolinergik secara kompetitif pada otot polos bronchial. Aktifitas ini memblok asetilkolin, yang efek selanjutnya adalah pengurangan guanosin monofosfat siklik (cGMP), yang umumnya mengkonstriksi otot polos bronchial.

· Ipratropium bromide memiliki onset yang lebih lambat dibandingkan agonis B2 aksi pendek (15 hingga 20 menit vs 5 menit untuk albuterol). Karena alasan ini, zat tersebut kurang sesuai untuk penggunaan ketika dibutuhkan, tetapi sering di resepkan untuk keadaan ini. Ipratropium memiliki efek bronkodilator yang lebih panjang disbanding agonis B2 aksi pendek. Efek puncaknya muncul pada 1,5 hingga 2 jam dan durasinya adalah 4 hingga 6 jam. Dosis yang direkomendasikan menggunakan MDI adalah 2 hirup empat kali sehari dengan peningkatan bertahap yang sering hingga 24 hirup/hari. Zat ini jg tersedia dalam bentuk larutan untuk nebulisasi. Keluhan dari pasien yang paling sering adalah mulut kering, mual, dan kadang rasa seperti logam. Karena antikolinergik tidak di serap baik secara sistemik, efek sampingnya jarang terlihat (pandangan kabur, retensi urinary, mual dan takikardia).

· Tiotropium bromida merupakan agen aksi panjang yang memberikan perlindungan terhadap bronkokonstriksi kolinergik selama lebih dari 24 jam. Onset terjadi dalam 30 menit dan efek puncak tercapai dalam 3 jam. Zat ini di berikan menggunakan HandiHaler, suatu alat nafas beraktuator untuk sekali isi serbuk-kering. Dosis yang di rekomendasikan adalah inhalasi isi satu kapsul satu kali sehari menggunakan alat inhalasi HandiHaler. Karena efeknya yang local, tiotropium di toleransi dengan baik. Efek antikolinergik lain juga telah di laporkan.

- Non Farmakologi

Physian, lebih dari 90 persen pasien bronkitis kronis memiliki riwayat pernah menjadi perokok. Tetapi terdapat faktor lain yang sedikit kontribusinya menyebabkan bronkitis kronik yaitu infeksi virus atau bakteri, polusi udara (ozon dan nitrogen dioksida/NO2), terpajan iritan di tempat kerja, dan lain-lain. Iritan-iritan yang dapat menyebabkan penyakit ini diantaranya uap logam (fume) dari bahan-bahan kimia seperti sulfur dioksida (SO2), hidrogen sulfida (H2S), bromin (Br), amonia (NH3), asam kuat, beberapa organic solvent, dan klorin (Cl). Debu juga dapat menyebabkan bronkitis kronis, seperti debu batu bara atau debu pertanian.


by Niswah

Jumat, 03 Juni 2011

BUNI (Antidesma bunius L. sprengel)

· Secara Umum Buni

Pohon buah, tinggi 15-30 m. Pohon berbatang sedang ini tersebar di Asia Tenggara dan Australia, di Jawa tumbuh liar di hutan atau ditanam di halaman dan dapat ditemukan dari dataran rendah sampai 1.400 m dpi. Daun tunggal, bertangkai pendek, bentuknya. bulat telur sungsang sampai lanset, panjang 9-25 cm, tepi rata agak bergelombang, ujung meruncing, pangkal tumpul. Daun muda warnanya hijau muda, setelah tua menjadi hijau tua. Buni berumah dua, bunga dalam tandan, keluar dari ketiak daun atau di ujung percabangan. Buahnya kecil-kecil panjang sekitar 1 cm, bentuknya elips berwarna hijau, biia masak menjadi ungu kehitaman dan rasanya manis sedikit asam. Biji pipih dengan rusuk berbentuk jala. Daun muda rasanya sedikit asam, dapat disayur atau dimakan mentah sebagai lalab. Buah muda dirujak dengan buah lain, sedang yang masak dapat dimakan langsung, diekstrak dengan brandi, dibuat selai atau sirop. Daunnya oteh pembuat jamu disebut mojar, biasa dipakai untuk campuran ramuan jamu kesehatan. Perbanyakan dengan biji atau okulasi. Buni (Antidesma bunius (L.) Spreng.) adalah pohon penghasil buah yang dapat dimakan. Buah buni kecil-kecil berwarna merah, dan tersusun dalam satu tangkai panjang, menyerupai rantai (ranti). Buni termasuk tumbuhan yang sudah jarang dijumpai di pekarangan. Buahnya dapat dimakan sebagai buah meja, dibuat selai, atau difermentasi menjadi minuman alkohol di Filipina dan Jawa. Nama-nama lainnya: Boni, huni (Sunda), wuni (Jawa), bignai (Filipina).

Antidesma bunius adalah jenis pohon buah-buahan di spurge keluarga. It is native to Southeast Asia , the Philippines , and northern Australia . Itu asli ke Asia Tenggara, di Filipina, dan utara Australia. Its common names include bignay and currant tree . Its common bignay termasuk nama dan currant pohon. This is a variable plant which may be short and shrubby or tall and erect, approaching 30 meters in height. Ini adalah variabel tanaman yang singkat dan mungkin yg mirip semak atau tinggi dan tegak, mendekati ketinggian 30 meter. It has large oval shaped leathery evergreen leaves up to about 20 centimeters long and seven wide. Telah besar berbentuk oval liut evergreen daun sampai sekitar 20 cm panjang dan lebar tujuh. They are attached to the twigs of the tree with short petioles , creating a dense canopy. Mereka yang melekat pada cemeti dari pohon dengan singkat petioles, membuat kanopi lebat. The species is dioecious , with male and female flowers growing on separate trees. Spesies adalah dioecious, dengan laki-laki dan perempuan bunga tumbuh di pohon terpisah. The flowers have a strong, somewhat unpleasant scent. Bunga-bunga yang kuat, agak langu mewangi. The staminate flowers are arranged in small bunches and the pistillate flowers grow on long racemes which will become the long strands of fruit. The staminate bunga tersebut diatur dalam tandan kecil dan berputik bunga tumbuh di panjang racemes yang akan menjadi panjang strands buah. The fruits are spherical and just under a centimeter wide, hanging singly or paired in long, heavy bunches. Buah-buahan yang berbentuk bola dan hanya di bawah sentimeter lebar, tanpa tergantung pada pasangan atau panjang, berat tandan. They are white when immature and gradually turn red, then black. Putih ketika mereka belum matang dan bertahap gilirannya merah, lalu hitam. Each bunch of fruits ripens unevenly, so the fruits in a bunch are all different colors. Setiap ikat buah-buahan ripens unevenly, sehingga buah-buahan a bunch semua warna berbeda. The skin of the fruit has red juice, while the white pulp has colorless juice. Kulit dari buah merah telah jus, sedangkan putih bubur memiliki warna jus. The fruit contains a light-colored stone. Buah berisi batu berwarna muda. The fruit has a sour taste similar to that of the cranberry when immature, and a tart but sweet taste when ripe. Buah asam memiliki rasa yang sama dengan yang cranberi ketika masih hijau, dan rasa pedas manis tetapi ketika masak. This tree is cultivated across its native range and the fruits are most often used for making jam . Ini adalah pohon asli yang diolah di berbagai dan buah-buahan yang paling sering digunakan untuk membuat jam. It is often grown as a backyard fruit tree in Java . Hal ini sering tumbuh sebagai belakang buah pohon di Jawa.

Bignay yang merupakan media berukuran evergreen pohon asli ke malay-Asia. The dark gree and glossy, alternate leaves make the tree an attractive ornamental. Gelap gree dan glossy, membuat alternatif daun pohon hias yang menarik. The leaves usually are elliptical but are sometimes obovate and measure 4 to 6 inches in length by 2 to 3 inches in width (10-15 by 5-7 cm). Daun yang biasanya berbentuk bulat panjang tapi kadang-kadang obovate dan ukuran 4 sampai 6 inci panjang oleh 2 hingga 3 inci di lebar (10/15 oleh 5-7 cm). Kecil petalless bunga yang dihasilkan pada terminal atau yg berhubungan dgn ketiak inflorescences. The flowers have an offensive odor which, however, is not noticeable a short distance from the plant. Bunga yang memiliki bau yang ofensif, namun tidak terlihat dari jarak tanaman.
Male and female flowers are borne on separate trees, but isolated female trees usually fruits abundantly. Laki-laki dan perempuan adalah bunga di udara terpisah pohon, tetapi pohon terpencil perempuan biasanya banyak buah-buahan. Limited tests have shown that Terbatas tes menunjukkan bahwa
The globose or ovoid fruits are about 0.5 inches in diameter and turn a dark purplish red when mature. Yang bundar atau bujur telur adalah buah-buahan di sekitar 0,5 inci dan diameter jempalit gelap purplish merah pada saat jatuh tempo. Each fruit contains a single seed imbedded in a juicy purple red pulp. Setiap buah berisi satu biji imbedded di juicy ungu merah bubur. The acid flavored pulp is not suited for eating out of hand but can be used to make excellent jam or jelly, and a good wine. Bubur rasa asam yang tidak cocok untuk makan dari tangan, tetapi dapat digunakan untuk membuat atau jam jelly sangat baik, dan anggur yang bermutu. The fruits are produced in clusters of 20 to 30, but all do not ripen at the same time. Buah-buahan yang dihasilkan dalam kelompok dari 20 ke 30, namun tidak semua menua pada saat yang sama. The main fruiting season is July through September. Utama adalah musim fruiting melalui Jul September. The juice stains the fingers and cloting. The juice jari dan noda yang cloting. The fruits are great favorites of birds, which often destroy part of the crop. Buah-buahan yang besar favorit burung yang sering merusak bagian tanaman.


· Klasifikasi Buni

Kingdom: Plantae (Tumbuhan)
Subkingdom: Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh)
Super Divisi: Spermatophyta (Menghasilkan biji)
Divisi: Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)
Kelas: Magnoliopsida (berkeping dua / dikotil)
Sub Kelas: Rosidae
Ordo: Euphorbiales
Famili:
Euphorbiaceae
Genus:
Antidesma
Spesies:
Antidesma bunius (L.) Spreng


· Kegunaan Buni

Bagian buni yang bermanfaat yaitu daunnya, ranting dan buah. Kegunaan dari buni yaitu untuk menurunkan tekanan darah tinggi, daun mudanya digunakan sebagai lalaban, orang yang kekurangan darah, darah kotor, jantung yang berdebar, menghilangkan batuk, gangguan pencernaan, sifilis, hipertensi dan kencing yang benanah. efek farmakologis yaitu rasa asam, peluruh keringat, hilangkan haus, hilangkan racun, dan meningkatkan sirkulasi darah.

· Kandungan Buni

Kandungan kimiawi dari buni, kulit batang rasanya sepat, mengandung sedikit alkaloida yang bersifat racun, pada daun terdapat friedelin. Daun, kulit batang dan akar Antidesma bunius mengandung saponin dan tanin. kandungan senyawa dari buni ini yaitu per 100 gr buah, mengandung air 90-95 gr, karbohidrat 8,3 gr, lemak 0,8 gr, protein 0,7 gr, dan kalsium 37-120 gr.


Post : Niswah..